Kematian seperti apa
yang kita inginkan? Sudah ada anak cucu, pensiun dari pekerjaan, terkena penyakit
kemudian meninggal di rumah sakit – bukan cerita yang asing. Saya juga beberapa
kali mendengar orang lain yang kehilangan temannya karena kecelakaan, umur
masih duapuluhan. Ada juga mereka yang tak sanggup lagi menghadapi realita dan
memutuskan bunuh diri. Sementara di luar sana, kematian di tangan kriminal terjadi
setiap saat.
Siapa sangka suatu
malam ketika pulang dari supermarket sendirian, kita menyaksikan seorang
pembunuh menggeret mayat ke dalam bagasi mobil. Adegan seperti ini mungkin saja
hanya terjadi sekali seumur hidup. Wajar kalau kita mematung dan menyaksikan
sambil terpana. Saking absurdnya adegan ini, kita sampai tak sadar ada bahaya
besar: bagaimana jika pembunuh itu melihat kita? Itu lah yang terjadi pada adegan
berikutnya. Kantung plastik berisi belanjaan pun terjatuh, semua terhambur.
Makanan kaleng yang bakal jadi santapan makan malam jadi senjata pembunuh yang
mengambil nyawa.
Saya bergidik ngeri.
Apakah saya korban selanjutnya karena menonton video ini? Adegan dalam video
klip Toe Cutter / Thumb Buster dari Thee Oh Sees telah membius saya selama
beberapa detik. Selanjutnya saya menikmati distorsi dan bebunyian garage-psychedelic dari projek John
Dwyer, lalu melahap tembang-tembang lainnya. Kuartet yang berbasis di San
Fransisco, California ini produktif merilis album sejak 2008. Saya cukup
tercengang ketika mereka tiba-tiba menyatakan untuk hiatus dan mengeluarkan album Drop
(2014) sebagai salam perpisahan.
Saya selalu punya hati
untuk musik garage dan psychedelic. Kehadiran musik Thee Oh
Sees cukup menyegarkan untuk kepuasan batin dan telinga. Drop masih setia dengan gaya bermusik mereka selama berkarir, noise dan chaos. Sebuah kejutan dalam Drop,
ada nostalgia kecil yang mengingatkan saya pada Pink Floyd era Syd Barrett.
Tidak mudah melupakan Interstellar
Overdrive, kemudian saya menemukan sepenggal jiwanya dalam Drop.
Ketika kecintaan saya
pada Drop sedang memuncak, saya
dipertemukan dengan Napolleon (bukan,
bukan tokoh yang kita pelajari dalam mata pelajaran Sejarah itu). Aksi mereka
di panggung di pelataran unkl347 Trunojoyo,
Bandung, cukup membuat saya terkesan. Dalam daftar line-up pengisi acara Space
Intruders #2 malam itu, mereka yang bikin saya anteng menikmati. Seperti deskripsi yang mereka sebutkan dalam akun
Soundcloud Napolleon, repetisi echo, reverb dan nyawa musik psychedelic
era 1960-an menjalar dari sound
system. Begitu familiar, namun khas. Ya, kota kelahiran saya memang ajaib,
ada saja atmosfir yang membuatnya melahirkan musisi tak terduga.
Saya hanya sedang
ingin bercerita petualangan musik saya akhir-akhir ini. Beberapa di antaranya
entah mengapa memiliki kaitan, sementara yang lainnya memiliki nyawa dari jaman
yang berbeda. Suara khas pedal fuzz yang
menjadi senjata utama garage rock pada
tahun-tahun awal kelahirannya di Detroit tak tergantikan. Dengan tempo yang
lebih kalem dari kedua band yang
telah saya bicarakan tadi, Splashh meracik
kekhasan fuzz dan bebunyian synth ke dalam musik dreamy mereka. Ide-ide brilian Sasha
Carlson dan Toto Vivian ini tertuang dalam lagu-lagu neo-shoegaze (yang nikmat jadi pengiring hari-hari bersimbah cahaya
matahari di pantai. haha). Saya tak mengada-ada soal musik mereka yang cocok
dengan hari cerah, chord major musik
mereka memberikan mood positif dan Splashh sendiri mengklaim musik mereka memang
membuat bahagia. Bagi saya yang kelahiran tahun 1990-an, musik pop jenis ini
tidak lah asing buat telinga. There’s a
nostalgic 1990’s spirit in their music.
Lantas, petualangan
musik saya masih berlanjut. Siang ini kawan saya meminta bantuan mencari
lagu-lagu dari band asal Jepang Angel’in
Heavy Syrup. Eh, band apa ini? Saya
sama sekali belum pernah mendengar soal band ini. Musisi Jepang yang saya
dengarkan sampai saat ini mentok di
Mono dan Harumi. Akhirnya saya coba mendengarkan beberapa lagu via Youtube dan… tercengang. Track First Love dari Angel’in Heavy
Syrup lengkap dengan video trippy khas
psychedelic plus vokal wanita dengan
lirik bahasa Jepang!
Ya… saya memang se-tercengang itu. Angel’in Heavy Syrup ini merupakan band psychedelic rock yang terbentuk di
Osaka sejak tahun 1990 dan seluruh personilnya wanita. Pertemuan saya dengan
kuartet psychedelic asal Jepang ini
menuntun saya buat menelusuri musisi-musisi Jepang lainnya. Dan… saya bertemu
pula dengan Nissenenmondai di sebuah forum yang bicara soal musisi-musisi
Jepang yang bisa mereka (orang-orang dalam forum) bilang cukup cult. Mungkin
di lain waktu saya akan mengobrol panjang tentang mereka. Saya baru jatuh cinta
dan belum menjalin hubungan dengan mereka, jadi belum ada banyak cerita.
-Lana-
No comments:
Post a Comment