24.9.14

Kawan Datang, Kawan Pergi

sumber: unknown

"Strangers passing in the street, by chance two separate glances meet. And I am you and what I see is me."  


Echoes - Pink Floyd


Mungkin aku dan kamu sebelumnya pernah berpapasan di jalan. Atau, karena letak geografis tempat tinggal kita yang berjauhan, bisa jadi ini kali pertama kita bertemu. Di luar segala rencana Tuhan, skenario yang dibuat orang-orang yang mengatur kehidupan kita atau pertemuan yang dirancang seorang teman yang sengaja mau melakukan perjodohan, pertemuan ini kita anggap sebagai ketidaksengajaan.

***

Mereka bilang orang dipertemukan karena sebuah alasan. Ah, saya tak butuh alasan untuk dipertemukan dengan siapapun. Bagi saya, semua dipertemukan dan bisa menjalin sebuah hubungan-dalam bentuk apapun, karena saling memiliki kepentingan (meskipun dalam beberapa cerita perkenalan ada kepentingan yang sengaja dibuat-buat). 

Persahabatan yang saya jalani pun rata-rata berawal dari adanya kepentingan. Tergabung di kelas yang sama untuk sebuah studi, menjalani komunitas yang serupa, bertetangga selama bertahun-tahun dan hal lain yang sekarang tak terpikirkan oleh saya. Selanjutnya, karena adanya rasa keterkaitan, kami saling berkomunikasi dan tak mendasari lagi semuanya atas kepentingan. Semua berubah jadi soal hubungan itu sendiri.

Pada titik hubungan semacam ini, saya mulai dihantui berbagai ketakutan kehilangan ikatan. Ada naik dan turun. Terkadang kami kehabisan topik obrolan, lingkaran tak sama lagi, terpisah jarak dan tiba-tiba semuanya tidak menyenangkan lagi. Ketakutan tertinggi dari semua: mereka tidak merasa terkait dengan saya seperti saya merasa sangat membutuhkan mereka.

Saya jarang berhasil memertahankan persahabatan dalam waktu yang lama. Selama menjalin hubungan kisah-kasih selama sekitar lima tahun, orang terdekat saya cuma dia. Tak ada rasa percaya dan ketergantungan yang saya punya untuk orang lain, bahkan dengan adik saya sendiri pun saya jarang mengobrol panjang lebar. Setelah hubungan itu berakhir, saya merasa konsep persahabatan sendiri adalah hal baru dan saya mempelajarinya lagi dari awal.

Mempelajari? Kesannya menyebalkan dan terlalu dilebih-lebihkan, ya, tapi saya benar-benar buta arah dan kadang takjub sendiri, ternyata punya banyak sahabat itu menyenangkan. Tadinya saya cuma takut kehilangan satu orang, sekarang saya takut kehilangan banyak orang. Saya punya hati untuk mereka dan yang membuat sedih, saya mempunyai rasa memiliki. Terkadang, rasa memiliki ini justru bisa menghancurkan segalanya.

Meskipun saya punya perasaan seperti itu pada setiap kawan dekat, saya melawannya dengan siap melepas mereka kapan saja. Semua hubungan ujungnya seperti itu, kan? Entah ada alasan apa, selalu saja ada akhir. Dalam hubungan pertemanan yang saya jalani sekarang ini, saya berusaha menahan ego dan berhati-hati dalam bertindak. Mereka adalah mereka dengan segala pemikiran dan jati diri khas masing-masing. "If you love somebody, anybody, they will always be someone else. So make it right for yourself," kalau kata Karen O dalam Body King begitu.

Seorang teman baik saya pernah bilang, sebuah rasa bisa hilang karena memang kita tidak menjaga dan menginginkannya lagi. Semua bisa dipertahankan, kalau dari dalam diri memang ada intensi untuk itu. Tak ada sesuatu yang menghilang secara natural, itu hanya lah sebuah alasan. Selama semua berjalan dalam mutualisme, kita tidak perlu khawatir. Ketika kita merasa tidak ada di jalur itu lagi, mengejar bakal jadi sia-sia.

***

Di luar sana, ada orang-orang yang sangat terpengaruh dengan pemikiran kita. Di dalam pikiran dan pribadi ini, saya sangat terpengaruh dengan pecahan-pecahan pemikiran sahabat saya. Hubungan antara manusia dan orang-orang terdekatnya saling memengaruhi, terutama jika memang ada afeksi. Adanya saringan dalam menerima baik-buruknya mereka sangat krusial. Saya cuma mengambil sari-sari yang dirasa perlu untuk diri sendiri. Di sisi lain, saya tetap menerima mereka dengan segala kebaikan, juga keburukan-yang memang sudah mengakar dan tidak bisa dibuang dengan nasehat atau cara persuasif apapun.

Hidup dengan lingkungan sosial seperti ini... membuat saya merasa jadi manusia yang lebih baik. Dengan apa adanya tanpa ada rasa angkuh, saya merasa seperti itu. Untuk jalan di fase ini atau beranjak menuju lebih lagi, bukan masalah pilihan. Ini cuma soal kesempatan.


Entah lah. Mungkin sedang PMS, sangat emosional.

-Lana-   

No comments:

Post a Comment