14.4.13

Bobot dan Warna

"Kok kamu jadi gendut?"
"Kenapa sekarang kamu iteman?"

Kalimat-kalimat semacam itu sering saya terima saat bertemu kawan lama/orang yang sudah lama tak saya temui. Sebagai perempuan, jelas saya sering tersinggung dengan hal itu. Meskipun sudah bukan rahasia umum perempuan sensitif waktu disinggung soal penampilan, orang-orang tetap melakukannya.

Penampilan fisik memang hal pertama yang dilihat orang lain saat kali pertama bertemu. Jadi, wajar saja kalau yang pertama kali mereka komentari hanya berat badan atau warna kulit. Lagipula, kedua isu itu memang selalu jadi topik hangat. Media massa dan masyarakat tau itu.

Meski berbagai gerakan menentang stereotip soal kecantikan ala media massa mainstream digalakan, produk pemutih dan pelangsing badan masih laku di pasaran. Agak naif kalau ingin semua perempuan menerima beragam bentuk tubuh (dari langsing sampai gemuk) sebagai kecantikan yang alami. Stigma untuk perempuan yang terlalu kurus dan terlalu gemuk akan selalu ada.

Saya sendiri lelah menangkal stigma itu dalam diri saya. Sementara saya meyakinkan diri menjadi gemuk dan
berkulit sawo matang bukan masalah, keluarga plus teman-teman tak begitu. Tak jarang teman perempuan saya mengeluh mereka bertambah gemuk atau kulit mereka bertambah gelap, kenyataannya? Mereka cantik dengan postur langsing dan kulit putih. Begitu juga mereka yang membayar mahal produk pemutih kulit dan program diet pelangsing badan, yang kalau tak seberapa gemuk dan tak sampai obesitas rasanya tak perlu.

Saya sedang belajar menerima perbedaan dan saya juga masih belajar menahan aneka perkataan buruk soal berat badan dan warna kulit orang lain.


Bandung, kota besar yang bertambah panas suhunya.

-Lsy-

No comments:

Post a Comment