Tapi, saya selalu memiliki pemikiran kedua. Meskipun awalnya Twitter saya gunakan untuk eksistensi, dia punya fungsi lain. Saya termasuk pemalu dan hanya bicara banyak pada orang tertentu. Lewat Twitter saya jadi bisa menyampaikan pemikiran-pemikiran. Saya juga mengikuti akun-akun yang bermanfaat dan bisa memberikan informasi buat saya.
Kadang terpikir untuk menutup akun Twitter, karena saya tidak merasa cukup narsis. Sebagian besar teman-teman yang saya ikuti di sana sering nge-tweet soal kehidupan pribadinya, sedang berada di mana dan bersama siapa, curhat soal keadaannya, sedang menyukai dan menginginkan apa, dan berbagai informasi lainnya (yang mungkin setelah dipikir-pikir tidak penting juga buat saya. hehe). Saya juga kadang nge-tweet hal-hal tadi, tapi saya tidak malu. Saya atau kalian tak perlu khawatir orang lain tau segala hal tentang kita lewat Twitter, karena kenyataannya tak semua pengikut kita peduli. Tak semua menimpali. Tak semua memerhatikan. Hal ini juga membuat saya merasa percuma mengikuti balik (follow back) orang lain yang tak begitu dekat dengan saya. Atau lebih lancangnya, saya merasa percuma akan keberadaan saya di Twitter. Jika saja tak ada sahabat dekat dan orang-orang yang dalam waktu dekat ini penting buat saya, kamu sudah saya tinggalkan wahai akun Twitter @Lsyahbani.
Berapa pun jumlah pengikut yang saya punya jadi tak penting karenanya. Lagipula, saya tak merasa bangga dengan tweet saya yang isinya lebih banyak retweet dan kehidupan pribadi ketimbang informasi berharga. Saya bukan personil band ternama di dunia musik internasional atau pun girlband yang segala tingkah laku dan katanya memiliki nilai karena mereka terkenal. Jadi, apakah saya harus bangga ketika saya punya ratusan bahkan ribuan pengikut sementara semua tweet saya hanya tentang kehidupan pribadi? Tak perlu oh tak perlu. Bagi kalangan selebritas yang namanya dikenal banyak orang (banyak bisa berarti relatif) saya rasa mereka bisa berbangga hati, terutama yang memiliki bakat. Interaksi antara kita dan orang lain (sekecil apa pun itu, termasuk sebuah tweet atau senyuman ketika bertemu) bisa menambah kedekatan. Hal itu dibutuhkan biar masyarakat lebih menghargai karya mereka.
Melihat kehidupan orang lain dan memelajarinya memang menyenangkan, tapi sepertinya saya masih terlalu individualis untuk berbagi bagian besar sari kehidupan pribadi saya. Jangan pula terlalu percaya apa yang disukai orang di media sosial (seperti bagian 'like' yang facebook sediakan), mungkin saja itu hanya bentuk pencitraan yang dibuat-buat. Mungkin saja itu sebenarnya.
Rumah, malam hari yang dingin di musim pancaroba. Di mana kehidupan benar-benar terasa seperti kehidupan.
-Lsy-
No comments:
Post a Comment