4.4.13

Pemikiran Kedua

Jika ada kebiasaan sehari-hari yang bisa meningkatkan spontanitas, saya benar-benar mau mencobanya. Terlalu serius, sulit mencerna lelucon, terlalu dalam memikirkan sebuah kata orang, ah.. sangat kaku. Sialnya, kekakuan itu sampai saat ini menjerat saya, dalam pemikiran kedua.

Judul album Everybody Loves Irene yang saya dengar semasa SMA itu kadang muncul dalam benak. On Second Thought, You Might Change Something. Bukan soal materi album dan lagu-lagunya yang terlampau galau dan menyayat telinga itu, tapi sekali lagi, tentang kalimat yang menjadi judul album. Memang hanya ada kata 'you might' yang artinya hanya jika, tidak absolut. Orang spontan mungkin tak perlu berpikir dua kali sebelum bertindak, sedangkan saya? Berpikir dua kali baru bertindak. Sangat mengganggu. Saya kadang menyesal sering punya pemikiran kedua, yang tak sepenuhnya baik. Apakah setiap orang memerlukan pemikiran kedua?

Ketika membuat sebuah tulisan, kita tidak bisa mengoreksinya secara objektif, dalam jangka waktu singkat (pengecualian bila diperiksa orang lain). Tak pasti adanya apabila hal yang sama bisa terjadi pada sebuah pemikiran atau tidak. Jika sesungguhnya manusia mahluk sosial, mereka akan membutuhkan orang lain dalam memutuskan sesuatu, seperti tulisan yang harus disunting oleh orang lain apabila ingin cepat dan tepat. Tapi, mereka bisa saja menjadi orang yang berbeda meski hanya dalam waktu satu jam. Mereka akan mengoreksi kesalahan pemikiran atau.. menyesali keadaan yang terlanjur membalikan pemikiran kedua menjadi kenyataan yang paten adanya. Jika kita manusia yang benar-benar logis yang tak pernah diganggu perasaan, kita tak perlu yang namanya pemikiran kedua.


Jakarta, insomnia. Minum kopi di kala matahari terbenam bikin enggan ke alam bawah sadar.

-Lsy-

No comments:

Post a Comment