6.1.17

dinding batasan

"santai, jangan terlalu dipikirkan".

dalam prakteknya, ternyata bukan itu yang aku butuhkan. ketimbang berpusing ria mencoba menerapkan kalimat sederhana itu, aku mencoba kalimat dengan formula lain: aku harus sadar untuk berhenti dan merasa cukup. ya, untuk berbagai hal.

kau tau, kekhawatiran akan segala hal seringkali datang. bagaimana jika semua tidak berjalan sesuai rencana? bagaimana jika aku melukai perasaan orang lain? bagaimana jika keputusan yang aku ambil ternyata keliru? bagaimana jika... kedua kata itu, 'bagaimana jika' menjadi kompor yang selalu berhasil membuat badan panas dan berkeringat. cukup nona, tidak akan ada sesuatu yang berubah jika kau terus-menerus melontarkan pertanyaan itu.

kesedihan adalah cerita lainnya. tanpa alasan yang jelas, semua menjadi serba salah. semua bikin sedih. tanpa mempertanyakan satu hal pun, hati terus-menerus dirundung rasa sedih. ini cuma permulaan. segala pencapaian yang gagal diraih berdatangan. segala percobaan yang berujung kekecewaan di mata orang lain mulai menjangkit pikir. segala perkataan yang menyakitkan hati di masa yang sudah lewat terngiang kembali. cukup nona, kesedihan itu sudah terlampau menguasaimu. kesedihan itu sudah cukup mengimbangi rasa bahagia yang kau rasa saat ini. tidak apa merasa sedih, sebentar saja.

kemarahan adalah cerita selanjutnya. tatapan sinis itu sungguh mengganggu. bisik-bisik menyakitkan yang tak sengaja kau dengar itu membuat panas hati. pengulangan kesalahan yang mereka perbuat membuatmu jengah. pertanyaan klise dari orang yang tak mengerti pola pikirmu membuatmu merasa terancam. cukup nona, alokasi emosimu untuk hal ini sudah di ambang batas. biar lah mereka yang tak paham menjadi angin lalu. dalam waktu satu menit, kehidupan kembali bergulir.

-Lana-

No comments:

Post a Comment