"santai, jangan terlalu dipikirkan".
dalam prakteknya, ternyata
bukan itu yang aku butuhkan. ketimbang berpusing ria mencoba menerapkan
kalimat sederhana itu, aku mencoba kalimat dengan formula lain: aku
harus sadar untuk berhenti dan merasa cukup. ya, untuk berbagai hal.
kau
tau, kekhawatiran akan segala hal seringkali datang. bagaimana jika
semua tidak berjalan sesuai rencana? bagaimana jika aku melukai perasaan
orang lain? bagaimana jika keputusan yang aku ambil ternyata keliru?
bagaimana jika... kedua kata itu, 'bagaimana jika' menjadi kompor yang
selalu berhasil membuat badan panas dan berkeringat. cukup nona, tidak
akan ada sesuatu yang berubah jika kau terus-menerus melontarkan
pertanyaan itu.
kesedihan adalah cerita lainnya. tanpa alasan
yang jelas, semua menjadi serba salah. semua bikin sedih. tanpa
mempertanyakan satu hal pun, hati terus-menerus dirundung rasa sedih.
ini cuma permulaan. segala pencapaian yang gagal diraih berdatangan.
segala percobaan yang berujung kekecewaan di mata orang lain mulai
menjangkit pikir. segala perkataan yang menyakitkan hati di masa yang
sudah lewat terngiang kembali. cukup nona, kesedihan itu sudah terlampau
menguasaimu. kesedihan itu sudah cukup mengimbangi rasa bahagia yang
kau rasa saat ini. tidak apa merasa sedih, sebentar saja.
kemarahan
adalah cerita selanjutnya. tatapan sinis itu sungguh mengganggu.
bisik-bisik menyakitkan yang tak sengaja kau dengar itu membuat panas
hati. pengulangan kesalahan yang mereka perbuat membuatmu jengah.
pertanyaan klise dari orang yang tak mengerti pola pikirmu membuatmu
merasa terancam. cukup nona, alokasi emosimu untuk hal ini sudah di
ambang batas. biar lah mereka yang tak paham menjadi angin lalu. dalam
waktu satu menit, kehidupan kembali bergulir.
-Lana-
No comments:
Post a Comment