23.1.13

Bukan Untuk Berlibur

Sejak lama, saya punya banyak alasan untuk keinginan datang ke Jakarta. Sekadar keinginan. Alasan-alasan itu tidak cukup kuat untuk membuat saya benar-benar datang ke sana, hanya seputar ingin mendatangi pameran ini, konser itu, kafe yang kelihatannya menyenangkan, dan pasar barang bekasnya. Semua itu hanya kebutuhan-kebutuhan tersier yang bakal menguras kantong saya. Jadi, saya tak pernah sengaja pergi ke sana.

Kali ini, saya punya alasan yang kuat untuk datang ke Jakarta: mewujudkan mimpi saya kerja di majalah, sebagai reporter. Bukan pekerjaan penuh memang, hanya praktek kerja lapangan. Kota ini sudah sering saya dengar hingar-bingarnya, tapi saya sama sekali tak mengenalnya. Saya tak paham perilaku masyarakatnya, jalanannya, transportasi umumnya, tamannya, tempat hiburannya dan hal-hal yang tak saya sadari tak saya pahami.

Tinggal di sebuah kota bukan untuk berlibur adalah keputusan besar, awalnya itu lah yang ada di benak saya. Seperti kata pepatah, pada pemikiran kedua kamu mugkin saja berubah. Itu lah yang saya alami. Saya mengenyampingkan segala ketidakpahaman saya dan mengatakan ya. Pikiran itu datang ketika saya datang sendirian ke sana untuk pertama kalinya. Segala ketersesatan yang saya alami selalu ada jalan keluarnya di hari itu. Kemungkinan terjadinya hal itu di hari-hari berikutnya pasti ada.

Mungkin selama ini saya terlalu manja, tak mau jauh dari orangtua dan orang-orang yang saya kasihi, sehingga menentukan pilihan mudah saja sulit rasanya. Mungkin selama ini saya terlalu sering menelan bulat-bulat nasehat dari orang-orang yang lebih tua dari saya dan kurang mendengarkan pengalaman dari teman-teman sebaya saya.

Dan di sini lah saya.. Jakarta. Ternyata tak sesulit yang saya bayangkan. Nampaknya, saya hanya membesar-besarkan masalah. Saya rasa, hidup di sini akan terasa sulit kalau masyarakatnya bicara menggunakan bahasa yang tak saya pahami.


Jakarta, baru tiga hari udah diajak pulang. Ha-ha.

-Lsy-

No comments:

Post a Comment