Aku hanya melihat siang kelabu dan penyesalan. Tanda itu tidak pergi, dia semu. Akalku dikelabui. Waktu terus berjalan dan memperbaharui diri. Tidak ada hari baru. Aku hanya bisa menyesal di balik selimut, atas semua yang aku lewatkan. Aku tidak berkeinginan. Satu sosok yang ingin kutemui, aku sangat peduli. Dalam khayal aku memaknai. Dalam kebodohan aku menyangkal. Kebohongan itu datang dari hatimu sendiri dan kamu percaya.
Percuma tidak lagi jadi penyanggahan untuk menikmati waktu dalam kekosongan. Meski semu, segala kekosongan itu bermakna keindahan. Lagipula, tak ada yang bisa kamu miliki di dunia ini. Batas antara penginderaan tubuh dan pikiran sudah saru. Kamu ingin menjalani hidup dalam sistem yang ada dan menjadi bagian dari mereka. Tak apa kalau itu pilihanmu. Aku memiliki keyakinan lain yang membuatku bertahan dalam duniaku. Aku percaya karma, tapi aku tak perlu balasan darimu.
Bahwa kita terhubung, itu benar adanya. Dalam hati yang sempit, aku merefleksikan rasa, sendirian. Jika kekuatan pikiran ini melalui lorong-lorong yang tak kuketahui kehadirannya dan menghasilkan keajaiban, itu sebuah keberuntungan. Aku tak pernah jatuh atau menjatuhkan diri. Sebuah rasa datang dengan sendirinya. Kamu tidak bisa memilih untuk menyimpannya atau membuangnya. Kamu disihir waktu. Jika suatu saat dia pergi, aku tau itu semua bukan kepercumaan.
-Lana-
No comments:
Post a Comment