29.5.13

Guik-Guik

Kabar gembira beberapa minggu yang lalu dari teman saya, tinggal kabar gembira dalam memori. Tepat kemarin malam, saya batal jadi volunteer dalam sebuah konser yang saya nantikan. Kenapa hanya jadi volunteer saja merasa gembira? Sepele sih, saya kangen momen jadi panitia sebuah acara, pelepasan penat dari rutinitas PKL (praktek kerja lapangan) yang baru saja selesai dan ingin punya lingkaran pertemanan baru. Belum lagi, saya sebelumnya cuma jadi panitia acara-acara kampus yang skalanya cukup kecil, mungkin ini bakal jadi pengalaman baru. Sayangnya, bukan saat ini.

Untungnya ada hikmah dari setiap perkara. Deftones. Pertama kali mendengar namanya dari teman, saya merasa asing. Terang saja, saya bukan penggiat musik bergenre sejenis mereka. Selama ini saya belum menemukan kenikmatan dari mendengar musik metal yang vokalnya tidak biasa (yang saya sebut guik-guik-saya sendiri tak paham apa itu sebuah kata atau bukan). Lantas saya pikir tidak lucu kalau saya menjadi volunteer dalam sebuah konser dan tak kenal siapa yang punya hajatannya. Mulai lah hari-hari saya 'mempelajari' musik yang katanya metal alternatif itu. Berhari-hari, lebih dari seminggu, lanjut dua minggu. Sampai berulang-kali mendengarkannya pun saya tak kunjung menikmati. Bahkan saya tak menemukan drum line salah satu lagu mereka, yang teman saya katakan ditiru oleh band Indonesia yang sekarang berubah nama jadi ejaan barat seorang nabi. Saya juga belum paham kenapa Deftones dikritik karena konon katanya musik mereka tak sesuai dengan pakem-pakem metal alternatif.

Apakah kita harus memahaminya atau sekadar mendengarkan untuk menikmati? Sejak jaman saya masih SMA, saya tak mau jadi pendengar saja. Sia-sia rasanya kalau sebuah lagu, album musik atau band itu sendiri tak kita eksplor kelemahan, kelebihan dan daya tariknya. Sekalipun saya batal menjadi volunteer-dengan modus mendengarkan mereka langsung, sekalipun saya belum paham mereka, pasti ada titik temu antara kepahaman dan ketidakpahaman ini. Setidaknya saya optimis kalau soal hal tak kasat mata.


Menteng Kecil, tak ada yang sia-sia, karena semua penantian membuahkan hasil. Sayangnya kita tak pernah tau apakah itu berupa luka atau suka.

-Lsy-

No comments:

Post a Comment