15.2.13

Akhir Pekan

Saya tidak percaya adanya akhir pekan sampai tiga minggu yang lalu. Mungkin kalau Anda membaca tulisan-tulisan saya sebelumnya di blog ini akan muak. Saya anak kemarin sore yang baru merasakan dunia kerja berangkat-pagi-pulang-malam. Banyak yang saya sadari dan pelajari. Ini juga salah satunya.

Semester lalu saya masih menikmati enaknya jadi mahasiswa. Punya jatah bolos, banyak waktu luang di sela pergantian kelas, dan tidak hanya punya waktu libur di akhir pekan. Barang bawaan paling hanya buku, alat tulis, ponsel, dan buku bacaan. Tugas kuliah tak seberapa berat, meskipun ada beberapa yang jadi berat karena saya tak suka. Saya bisa 'main' kapan saja dengan teman dan pacar. Saya juga bisa menghabiskan waktu sendiri, baik sekadar maraton film di kamar atau iseng mendatangi tempat-tempat yang belum pernah saya datangi. Saya sadar betapa nikmatnya semua itu. Kita perlu merasakan keadaan buruk untuk mengetahui mana yang dirasa nikmat, bukan? Ini lah keadaan buruknya.

Pundak saya mulai terasa pegal dari hari ke hari. Bagaimana tidak, barang bawaan selalu berat. Laptop (dan seperangkat charger + mouse), buku catatan, air minum, dan kadang kamera poket. Senin sampai Jumat seperti itu. Saya berkeringat lebih banyak dari pada hari-hari yang saya jalani di Bandung. Jalan kaki sepuluh meter saja wajah memerah dan keringat membasahi poni. Kebahagiaan saya jadi sangat sederhana karenanya: suatu sore belanja ke supermarket hanya membawa dompet dan ponsel dalam tote bag, sudah mandi sore dan sholat magrib.

Karena begitu sederhananya, kebahagiaan itu hanya bertahan sebentar saja. Pagi hari saya harus melakukan rutinitas lagi. Hidup saya tidak sebegitu menderitanya, kadang saya bisa merasa bahagia hanya karena mendengar solo gitar dari lagu kesukaan saya di suatu deadline. Kebahagiaan-kebahagiaan yang saya rasakan datang dan pergi dengan singkat dalam rutinitas. Semuanya dalam kadar kecil. Sekalipun saat akhir pekan.

Akhir pekan jadi waktu yang sangat berharga, karena satu-satunya waktu bertemu keluarga, bertemu teman di kota kelahiran, dan menginjakan kaki di rumah jadi sangat melegakan. Lagi-lagi hanya datang dan pergi.
Memang tak ada kebahagiaan yang berkepanjangan. Kita perlu waktu untuk menjadi biasa-biasa saja agar kebahagiaan jadi mahal dan berkelas.


Jakarta, tidak fokus karena terpikir ini itu.

Mendengarkan: TDCC - This is A Life

-Lsy-

No comments:

Post a Comment