28.10.14

Menunjukkan Ketidakpedulian

"Menunjukkan kepedulian dengan mengatakan ketidakpedulian"

Beberapa detik setelah kalimat itu bersarang dalam kepala, pagi ini, saya agak pusing. Padahal awalnya sederhana, kalimat-kalimat yang beterbangan di media sosial. Seakan mereka tidak menyadari kalimat-kalimat yang diketik dan dikemas sesingkat mungkin itu kontras dengan pikiran terdalam. Tidak, tidak. Bukan pikiran terdalam, tapi apa yang sesungguhnya mereka rasakan. Memangnya kita bisa tidak peduli pada hal-hal yang sangat mengganggu di sekitar? Kita selalu punya rasa peduli, meski tak mau mengakui.

Seperti halnya ketika kamu mengatakan tidak peduli terhadap suatu topik dan menuliskan/mengatakannya. Sesungguhnya kamu peduli, karena dengan mekanisme tertentu topik itu bersarang dalam kepala. Meskipun sebenarnya tak mau melibatkan mereka dalam kehidupan dan pikiran, kita tetap saja tak bisa memilih memori mana yang mau dihapus atau disimpan.

Ketika kita terlalu sering mempermasalahkan hal kecil yang mengganggu pikiran, kesalahan ada pada pikiran kita sendiri. Hal remeh. Mengeleminir mereka dengan membuka pikiran dan mempertanyakan segalanya sampai ke dasar bisa membantu. Hal remeh terjebak dalam pikiran, karena kita tak tau persoalan besar lain yang harus dipikirkan. Tapi, kalau mau terus bermasalah dengan mereka, sih, terserah.

Saya tidak terlalu aktif 'merawat' Twitter, tapi kadang memerhatikan timeline dan orang-orang yang saya ikuti di sana. Beberapa di antaranya teman perempuan, seringkali mereka menyayangkan konsep kecantikan yang menurut mereka berlaku dalam masyarakat. Harus kurus lah, berkulit mulus, bahkan sampai persoalan perempuan cantik itu yang berambut panjang. Halah. Saya sendiri masih sering terganggu akan hal ini. Secara tidak langsung kalimat-kalimat mereka ikut andil memengaruhi pandangan saya tentang kecantikan. Baik lah, sejauh ini saya peduli, tapi saya tidak setuju. Jadi, saya tidak akan menyatakan konsep kecantikan yang ada dalam sosialita itu menyedihkan.

Beberapa hari yang lalu saya sempat membaca tweet salah seorang teman. Dia baru saja menerima tanggapan buruk dari orang di sekitarnya karena merubah penampilan. Tanggapan buruk tadi membuatnya menyimpulkan konsep kecantikan yang dianut teman-temannya ini menyedihkan. Setidaknya itu intisari yang saya ambil dari kalimat yang dia tweet. Dan dia, tentu saja, secara eksplisit ikut setuju akan konsep kecantikan yang teman-temannya anut. Saya rasa kalau dia tidak peduli, kalimat itu tidak akan muncul dalam timeline media sosialnya itu.

Kata 'banyak' dalam sebuah tulisan akan dikecam dan dipertanyakan ketika saya menulis berita, tapi ini cuma tulisan ngawur. Masih banyak contoh bentuk kepedulian yang ditunjukkan dalam ketidakpedulian lainnya. Dengan menyadari adanya hal ini, saya mungkin bisa men-judge orang lain telah berbohong lewat kalimatnya, atau kalau saya membela diri, saya bisa menyimpulkan lewat logika.

Jadi, bagaimana cara menunjukkan ketidakpedulian?

Dia tidak perlu ditunjukkan.


-Lana-

No comments:

Post a Comment