24.1.13

Kebahagiaan dan Kebiasaan Mengeluh

Sejak datang ke sini, saya belum pernah menyentuh buku sedikit pun. Ritual baca buku yang biasa saya lakukan di perjalanan, hilang sudah. Pertama, gara-gara perjalanan menuju kantor ditempuh dengan berjalan kaki. Kedua, saya selalu membawa terlalu banyak barang bawaan ketika bolak-balik Bandung-Jakarta, buku bukan jadi prioritas utama untuk dibawa. Mungkin saya perlu melirik bacaan yang lebih ringan dalam artian sebenarnya (dari segi bobot), seperti koran dan majalah.

Buku terakhir yang saya baca dan baru sampai pada chapter 2, The Geography of Bliss. Buku yang bercerita tentang pencarian kebahagiaan ke berbagai negara. Kata Eric Weiner sih, kebahagiaan bisa ditentukan oleh negara yang kita tinggali. Saya jadi berpikir tentang Indonesia.

Kamis ini, saya pulang ke Bandung bersama Ibu saya dan teman sekantornya yang baru melaksanakan rapat di Jakarta. Saya jarang bisa masuk ke dalam pembicaraan mereka, sehingga hanya mendengarkan tapi tak dengan seksama. Tiba-tiba mereka membicarakan topik yang menyangkut kebahagiaan.

Mereka membicarakan karyawan-karyawan kantor yang sering mengeluh tentang keadaan. Ibu saya pimpinan di kantornya, saya sering mendengar cerita tentang betapa sulitnya mengurus kantor dan staff, meskipun hanya balai kecil. Mereka baru saja mendirikan gedung baru, prosesnya sangat memusingkan dan banyak urusan runyam semasa pembangunan gedung. Sekarang, mereka sudah pindah ke gedung baru, lebih bagus dari gedung lama. Selesai tepat waktu. Satu saja kelemahannya: air di gedung belum bisa mengalir.

“Gedung bagus kok airnya enggak jalan”.

Mungkin itu lah yang membuat orang Indonesia tidak bahagia. Dari sekeranjang besar apel dengan kualitas nomor satu, ada satu yang berulat. Hal yang mereka lihat bukan sekeranjang besar apel kualitas nomor satu, tapi apel berulat. Ketika seharusnya melihat kebahagiaan, yang mereka lihat hanya penderitaan. Mereka, orang-orang yang sangat suka mengeluh.


-Lsy-

No comments:

Post a Comment